Sabtu, 27 November 2010

Dari Warung Menjadi Icon Nasional


Sukyatno Nugroho lahir pada tanggal 3 agustus 1948 sebagai anak kelima dari pasangan Hoo Le Kheng dan Lee Kien Nio.

Es teler 77 pertama kali di rintis oleh Lee Kien Nio. Kesenangannya dalam memasak, tahun 1981 ia mengikuti lomba membuat es teler. Saat itu es teler baru saja naik daun. Lomba tersebut di buat oleh majalah Gadis dan PKK Dki. Lee Kien Nio menjadi juara 1 dan memenangkan uang sebesar 200.000. Sejak saat itu keluarga Nugroho membuka warung kecil-kecilan di teras lantai satu pertokoan Duta Merlin. Dengan susah payah keluarga Nugroho merintis usaha es teler mulai dari 0. Keyakinan dengan suatu produk adalah kunci utama mereka untuk tetap bertahan. Mereka yakin, suatu hari nanti makanan khas Indonesia ini dapat melekat di hati masyarakat.

Saat uang sewa di naikkan, Sukyatno terpaksa untuk menutup dan mencari tampat usaha lain dan begitu seterusnya. Rintangan demi rintangan beliau jadikan pelajaran yang berarti. Berani tampil berbeda. Saat itu sukyatno membuat warung es teler barunya menjadi warna hijau dan kuning. Warna nyentrik yang norak, sehingga dapat menarik perhatian orang-orang. Beliau juga memasang spanduk “es Teler 77 – pemenang lomba Es teler terbaik di Indonesia.” Sehingga dapat tampl beda dari yang lainnya.

Hal yang sangat tidak biasa selalu dapat dia lakukan. Think outside the box. Sukyatno merupakan pribadi yang selalu memikirkan kepentingan orang lain. Sewaktu membuka cabang es teler di Jogja, Sukyatno membuat lomba melukis untuk orang penyandang tuna netra. Kegiatan ini cukup menyita perhatian wartawan. Tanpa diundang dengan sendirinya wartawan datang untuk meliput. 

Dengan berkembangnya jaman, tahun 1994 banyak orang membuat es yang serupa. Perkembangan es teler menjadi terhambat. Akhirnya Sukyatno memutuskan untuk menutup restaurant es teler dan membukanya yang baru di tempat lain. Saat itu mal-mal baru mulai di buka. Sukyatno melihat kesempatan dan memberanikan diri untuk melawan arus. Beliau membuka restaurant es teler di dalam mall. Prinsipnya “jangan menentang yang lebih kuat, lebih baik menghindar sambil memperbaiki diri.” Dari sana lah es teler 77 mulai berkembang.

Ulet dan pantang menyerah merupakan kunci kesuksesan yang lainnya. Sekalipun beliau harus menutup dan membuka toko es teler dari satu tempat ke tempat lain, beliau tetap semangat. Selain itu sukyatno juga memberi perhatian lebih untuk orang-orang yang tidak mampu. Beliau pernah membuat lomba membuat gado-gado yang diikuti 146 ibu-ibu. Lagi dan lagi, beliau melakukan hal yang tidak biasa. 40 orang maju sebagai pemenang. Setiap pemenang di berikan modal untuk membuka usaha gado-gado dan spanduk yang bertuliskan “pemenang gado-gado terbaik.”

Sukyatno hanya sekolah sampai SMA1 dan terpaksa berhenti karena terhalang oleh biaya. Namun dia tidak pernah berhenti belajar. Saat itu restaurant franchise luar negeri mulai masuk ke Indonesia, sebut saja MCD, Pizza Hut, KFC, dll. Sebagai orang yang tidak pernah mendapat pendidikan bisnis, ia belum pernah mendengar istilah tersebut. Tapi bukan Sukyatno namanya kalau menyerah begitu saja. Rasa ingin tahu yang sangat besar membuat dia ingin mempelajari konsep franchise tersebut. Buku yang tebal dan berbahasa inggris membuatnya hanya membaca skema-skemanya saja. Menurutnya konsep franchise cocok diterapkan untuk es Teler 77. 

Sampai saat ini es teler 77 merupakan restaurant franchise terbesar di Indonesia. Sudah ada 180 gerai di Indonesia. 3 di singapura. 2 di Australia. Akhir tahun 2010 akan buka di Malaysia dan 2011 akan buka di Saudi Arabia. Mulai dari puluhan pegawai, ratusan dan sampai saat ini pegawai es Teler 77 telah mencapai angka 2000. Bekerja sama dengan kurang lebih 100 pengusaha menengah dan ratusan suplyer buah-buahan. Semua ini merupakan kerja keras Sukyatno Nugroho. Hingga beliau mencapai ajalnya, ia masih suka di panggil “Sukyatno Nugroho si Juragan Teler” dari pada direktur. 

Si Juragan Teler ini pernah berkata “Apabila pada saatnya nanti saya meninggalkan dunia, saya ingin memberikan warisan bagi bangsa dan negara ini. Bentuknya berupa sebuah buku, yang berisi seluruh pengalaman saya selama 25 tahun membangun Es Teler 77. Agar ilmu langka dan satu-satunya di Indonesia ini tidak hilang begitu saja.”

Buku yang tidak sempat ia tulis di selesaikan oleh anaknya Felicia Nugroho. Ia adalah penerus usaha Es Teler 77 milik ayahnya. Dia tidak mempunyai bekal dalam berbisnis. Dia lulus s1 statistik di sidney. 2 tahun terakhir dia menulis buku “Prinsip disana Senang, disini Senang.” Sebagai perwujudan mimpi ayahnya yang tertunda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar